Tafonomi adalah cabang ilmu yang
penting untuk diketahui jika kita mempelajari
sisa-sisa mahluk hidup baik fosil maupun non-fosil. Taphonomy (b. Yunani, taphos = kubur dan nomy
= klasifikasi) adalah bagian/cabang dari paleontologi, paleantropologi, dan
bioarkeologi yang mengaji sisa-sisa manusia dan binatang dalam kaitannya dengan
transformasi postmortem (pascamerta,
setelah mati) yang terjadi di situs-situs kubur. Dalam arti luas, tafonomi
mempelajari proses-proses yang mengarah pada fosilisasi, berikut tahap-tahap
perubahan yang terjadi pada rangka yang disebabkan oleh faktor-faktor
lingkungan (action of environmental factors). Pengetahuan yang dikumpulkan dari
studi tafonomi sangat berguna bagi ilmu forensik sebagai alat analisis terhadap
sisa-sisa manusia di TKP, kuburan massal, ataupun di area-area bencana massal.
Osteologi, geokimia, dan
entomologi (ilmu tentang serangga) adalah aspek-aspek penting dalam tafonomi
karena rangka dan pecahan rangka dapat memberi informasi tentng kondisi
individu ketika hdup, makanan yang dikonsumsi, ada tidaknya infeksi, keausan
dan kerusakan sendi tertentu karena aktivitas berulang, ukuran otot, dan
peristiwa-peristiwa pascamerta. Dengan demikian, apa yang akan terjadi pada
organisma hidup versus karakteristik lingkunga bisa disimpulkan dari analisis
tersebut. Dengan analisis tersebut juga dapat diketahui beban/kekuatan dan
unsur-unsur kimia apa yang telah berperan terhadap sisa-sisa individu setelah
dia mengalami kematian. Ketika organisma mati dan dikubur atau terkubur oleh
lapisan tanah sedimen seperti lempung, pasir, abu vulkanik, atau es maka proses
tafonomik transformasi pascamerta pun dimulai; proses ini bisa membuat mayat menjadi mumi (mumifikasi), membusuk
(dekomposisi), ataupun menjadi rangka (skeletonization). Jika kondisinya tepat
maka rangka akan menjadi fosil. Tulang bisa mengalami transformasi karena aktivitas
hewan pemakan bangkai, atau hanyut oleh sungai dan tercerai-berai di bantaran
sungai jauh dari tempatnya semula sebelum tulang tersebut menjadi fosil.
Ada tiga tahap transformasi
pascamerta yang dipelajari dalam tafonomi, yaitu nekrologi (necrology),
biostratinomi (biostratinomy), dan diagenesis. Nekrologi merujuk pada
faktor-faktor yang ada pada saat kematian atau yang langsung berkaitan dengan
sebab kematian. Kajian nekrologi mencakup pemeriksaan tulang dan tubuh apakah
ada fraktur/retak pada tengkorak, bekas taring atau cakar pada tulang,
tanda-tanda malnutrisi, bengkak, infeksi, lebam karena benda tumpul, peluru,
atau terbakar adalah beberapa petunjuk untuk mengetahui penyebab dan
peristiwa-peristiwa di sekitar kematian. Biostratinomi mengidentifikasi
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan yang ada di
situs kubur (lubang kubur, pekuburan, dan kuburan massal), atau di tempat
mayat/rangka ditemukan/ditinggalkan, seperti dasar sungai atau dasar danau,
tanah sedimen, atau hutan. Beberapa peristiwa dalam tahap ini dapat
meninggalkan bekas pada rangka, seperti bekas dimangsa pemakan bangkai,
aktivitas enzim dan bakteri, aktivitas serangga, dan hanyut terbawa air atau
tanah longsor. Tahap terakhir, beberapa pecahan tulang atau seluruh rangka
terkubur dalam kondisi yang menunjang diagenesis, yaitu proses litifikasi
(kompaksi) sedimen yang menutupi rangka, yang akhirnya dapat mengakibatkan
tulang menjadi fosil. Fosilisasi bisa terjadi di lingkungan daratan
(terestrial) maupun perairan (maritim), dan memberi petunjuk kepada peneliti
mengenai perubahan-perubahan lingkungan, geologikal, topografikal dan iklim
yang terjadi di Bumi sepanjang proses fosilisasi tersebut. Kajian tentang
lapisan-lapisan bawah laut terhadap binatang laut atau yang bercangkang
memungkinkan didapatnya deskripsi tentang perubahan iklim radikal yang terjadi
pada zaman geologi yang berbeda-beda.
Tafonomi forensik memusatkan
kajian pada transformasi biologikal dan biokimiawi perimortem (pada saat
terjadinya kematian) dan intermediate postmortem (hitungan hari hingga minggu
setelah kematian) untuk menentukan penyebab kematian, memperkirakan waktu
kematian, dan untuk mengidentifikasi rangka manusia seperti seks, umur, ras,
dan – jika memungkinkan – identitas individu. Pemahaman mengenai bagaimana
lingkungan yang berbeda berperan dan berpengaruh pada perubahan biologikal dan biokimiawi
pada rangka manusia (berpengaruh pada proses pembusukan) sangat krusial untuk
interpretasi forensik pada kuburan massal, bencana massal, korban perang, dan
korban pembunuhan.
Sumber: World of Forensic
Science, 2006.
Bacaan tambahan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar